Senin, 04 Februari 2013


Gambaran Perhatian Pemerintah terhadap Sholat Jama’ah

WRITTEN BY: ADMIN ON FEBRUARY 2, 2013 2 COMMENTS
Oleh: Ustadz Abdul Qodir -Hafizhohulloh-
Masyarakat salaf adalah masyarakat yang taat dan bertaqwa kepada Allah. Oleh karena itu, mereka dipimpin oleh orang-orang yang baik lagi bertaqwa. Diantara tanda ketaqwaan mereka, lihatlah tingginya perhatian mereka kepada sholat jama’ah, sampai ada diantara mereka sengaja menanyakan dan memantau kondisi jama’ah masjidnya yang tak hadir sholat jama’ah.
Abu Bakar bin Sulaiman bin Abi Hatsmah, berkata, “Umar bin Al-Khoththob -radhiyallahu anhu- merasa kehilangan Sulaiman bin Abi Hatsmah ketika sholat Shubuh, dan keesokan harinya, Umar beliau ke pasar, sedang rumah Sulaiman antara pasar dan masjid Nabawi. Kemudian beliau mampir ke Asy-Syifa’, ibu Sulaiman seraya bertkata kepadanya, “Aku tak melihat Sulaiman ketika sholat Shubuh”. Asy-Syifa’ menjawab, “Sesungguhnya ia sholat (lail) semalam suntuk, lalu iapun dikuasai oleh rasa kantuk”. Umarpun berkata, “Betul-betul aku menghadiri sholat shubuh bersama jama’ah, itu lebih aku cintai dibandingkan aku sholat (lail) semalam suntuk”.”.[1]
Umar bin Al-Khoththob -radhiyallahu anhu- pernah kehilangan seseorang ketika sholat shubuh. Umarpun mengutus seseorang kepada orang tersebut, lalu iapun datang. Umar bertanya, “Dimana engkau?”. Katanya, “Aku sakit. Andaikan utusanmu tak datang kepadaku, maka aku tak akan keluar”. Umar berkata, “Andaikan engkau keluar menuju seseorang, maka keluarlah untuk sholat”.[2]
Bukan cuma Umar -radhiyallahu anhu-, bahkan kholifah yang lainnya juga memiliki perhatian yang tinggi terhadap sholat jama’ah. Utsman bin Affan -radhiyallahu anhu-  pernah datang untuk sholat Isya’. Beliau melihat penghuni masjid masih sedikit. Maka beliaupun berbaring di belakang masjid untuk menunggu manusia sampai banyak. Lalu ia didatangi oleh Ibnu Abi Amrah dan duduk di depannya. Utsmanpun bertanya tentang siapa dirinya. Maka Ibnu Abi Amrah mengabarkannya. Lalu Utsman bertanya, “Apa yang ada padamu berupa (hafalan) Al-Qur’an?” Maka ia mengabarkannya. Utsman berkata, “Barangsiapa yang menghadiri sholat Isya’, seakan-akan ia bangkit sholat sunnah separuh malam. Barangsiapa yang menghadiri sholat Shubuh, seakan-akan ia sholat sunnah semalam suntuk”.[3]
Al-Hasan -radhiyallahu anhu- berkata tentang ayahnya pada hari wafatnya, “Tatkala ia keluar dari pintu, beliau berteriak, “Wahai manusia, datanglah sholat, datanglah sholat”. Demikianlah beliau lakukan setiap hari ia keluar. Bersama beliau sebuah cambuk, beliau bangunkan manusia. Kemudian ia dihadang oleh dua orang…” [4]
Seorang Gubernur kota Makkah yang bernama Attab bin Usaid Al-Umawiy -radhiyallahu anhu- pernah berkaata, “Wahai penduduk Makkah, demi Allah, tak (boleh) ada yang sampai berita salah seorang diantara kalian ada yang tertinggal sholat di masjid, kecuali aku akan tebas lehernya”.[5]
Usai membawakan kisah ini, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah -rahimahullah- berkata, “Para sahabat Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- berterima kasih kepadanya atas sikap seperti ini, menambahkan bagi ketinggian derajat di mata mereka. Pendapat yang kami taat kepada Allah karenanya, tidak boleh bagi seorangpun tertinggal dari sholat jama’ah di masjid, kecuali karena ada halangan ”.[6]
Wahai pembaca yang budiman, perhatikan bagaimana tingginya perhatian salaf teradap sholat jama’ah, karena mereka paham dengan sabda Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam-,
مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ وَلَا بَدْوٍ لَا تُقَامُ فِيهِمْ الصَّلَاةُ إِلَّا قَدْ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمْ الشَّيْطَانُ فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ
“Tidaklah tiga orang dalam suatu kampung dan pedalaman, yang tidak ditegakkan diantara mereka sholat, kecuali setan akan menguasai mereka. Lazimilah (sholat) jama’ah, karena serigala akan memangsa kambing yang jauh (sendirian)”.[7]
Mereka paham bahwa dalam hadits ini terdapat anjuran untuk melakukan sholat jama’ah, karena jama’ah membantu manusia di atas ketaatan kepada Allah Robbul alamin.[8]

[1] HR. Abdur Rozzaq dalam Al-Mushonnaf (201), dan Malik dalamAl-Muwaththo’ Kitabush Sholah, (7) via Tanwir Al-Hawalik (hal. 153) karya As-Suyuthiy, cet. Darul Kutub Al-Ilmiyyah, tashhihSyaikh Muhammad Abdul Aziz Al-Kholidiy, 1418 H. Pentahqiq kitabAt-TamhidUsamah bin Ibrahim berkata, “Sanadnya shohih”.Lihat At-Tamhid (4/233), cet. Al-Faruq Al-Haditsah, 1420 H.
[2] HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (1/244-245)
[3] HR. Malik dalam Al-Muwaththo’  via At-Tamhid (4/232) karya Ibnu Abdil Barr, cet. Al-Faruq Al-Haditsah.
[4] HR. Ibnu Sa’d dalam Ath-Thobaqot (3/36-37)
[5] Lihat Ash-Sholah (hal.122) karya Ibnul Qoyyim, dan Ghoyah Al-Maram bi Akhbar Sulthonah Al-Haram (1/18-19) karya Izzuddin Al-Hasyimiy Al-Qurosiy.
[6] Lihat Ash-Sholah wa Hukm Tarikiha (hal. 122) karya Ibnul Qoyyim, takhrij Usamah bin Abdul Alim, cet. Dar Ibnu Rajab, 1423 H.
[7] HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (547), An-Nasa’iy dalam As-Sunan (2/106-107), Ahmad  dalam Al-Musnad (5/196) &(6/446), Al-Hakim dalam Al-Mustarok (1/221), Ibnu Hibban dalam Ash-Shohih, dan selain mereka. Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah-berkata dalam Shohih Sunan Abi Dawud (1/163), “Hadits ini hasan”.
[8] Lihat Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Sholihin(2/269) karya Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaliy As-Salafiy, cet. Dar Ibnul Jauziy, 1422 H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar