Minggu, 03 Maret 2013


Potret Sholat Jama’ah dalam Kehidupan Salaf (5)
WRITTEN BY: ADMIN ON FEBRUARY 6, 2013 NO COMMENT
§    Hadir Walau Sakit
Cinta kepada sesuatu bagaikan ombak lautan yang sulit dibendung. Demikianlah kecintaan para salaf terhadap sholat jama’ah. Walaupun seorang diantara mereka sakit, ia tetap melangkah ke masjid dengan penuh semangat.

Dari seorang tabi’in yang bernama Ar-Robi’ bin Khusaim -rahimahullah-, pada diri beliau ada suatu penyakit. Beliau dipapa diantara dua orang. Lalu dikatakan kepada Ar-Robi’, “Wahai Abu Yazid, Sesungguhnya berada dalam suatu udzur, jika engka mau (tak hadir sholat  jama’ah)”. Beliau menjawab, “Betul, aku mendengarkan mu’adzdzin berkumandang, “Hayya alash sholah hayya alal falah”. Barangsiapa yang mendengarkan adzan, maka hendaklah ia mendatanginya, sekalipun merangkak, sekalipun merayap”.[1] Diriwayatkan, “Beliau dipapa menuju sholat, sedang pada dirinya terdapat penyakit lumpuh ”.[2]
Dari Abu Abdir Rahman Abdullah bin Habib bin Robi’ah As-Sulamiy, ia berkata, “Beliau diusung ke masjid, sedang ia sakit”.[3] Dalam riwayat lain, “Beliau memerintahkan mereka untuk mengusungnya dalam keadaan becek dan hujan ke masjid, sedang ia sakit”.[4]
Demikianlah manisnya sholat jama’ah di mata salafush sholeh -rahimahullah-, sehingga mereka amat rindu menghadirinya, sekalipun harus menanggung penderitaan yang berat dan kondisi yang susah. Karena segala sesuatu yang dikerjakan jika dilandasi dengan kesadaran dan ilmu tentang pentingnya sesuatu, maka ia akan melakukannya, walaupun harus melintasi aral dan rintangan yang berat.

[1] HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (1/350)
[2] HR. Ibnu Sa’d dalam Ath-Thobaqot Al-Kubro (6/189)
[3] HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (1/350)
[4] HR. Ibnul Mubarok dalam Az-Zuhd (419)
Potret Sholat Jama’ah dalam Kehidupan Salaf (6)
WRITTEN BY: ADMIN ON FEBRUARY 7, 2013 2 COMMENTS
§    Mencari Jama’ah
Diantara bentuk tingginya perhatian salaf dengan sholat jama’ah, jika luput dan tidak sempat mendapatkan sholat jama’ah di suatu masjid, maka mereka tidak putus asa, bahkan berusaha mencari masjid lain yang kemungkinannya belum usai dari melaksanakan sholat jama’ah. Berikut ini silakan dengarkan penuturan Mu’awiyah bin Qurroh,
كَانَ حُذَيْفَةُ إِذَا فَاتَتْهُ الصَّلَاةُ فِيْ مَسْجِدِ قَوْمِهِ يُعَلِّقُ نَعْلَيْهِ وَيَتَّبِعُ الْمَسَاجِدَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا فِيْ جَمَاعَةٍ
 “Dulu Hudzaifah -radhiyallahu anhu- , jika luput dari sholat jama’ah di masjid kaumnya, maka beliau menggantung (baca: melepas) kedua sandalnya, dan mencari-cari masjid sehingga beliau bisa melaksanakannya secara berjama’ah”.[1]
Begitulah kaum salaf dalam menjaga sholat jama’ah. Karenanya, jadikanlah mereka sebagai panutan dan kepercayaan, sebab jika seorang hamba betul-betul menjaga hak-hak Robbnya dengan perhatian yang tinggi, maka tentunya ia tak akan menyia-nyiakan hak para hamba Allah; ia akan memperhatikannya dengan baik. Motivasi mereka dalam berbuat kebaikan, cuma ada dua: (1)mengharapkan pahala di sisi Allah sebagai bekal menuju akhirat, dan (2) takut kepada Allah, jangan sampai Allah tidak menerima amal kebaikannya di saat ia berbuat baik, dan jangan sampai Allah menyiksa dirinya di saat ia berbuat maksiat.
Mereka tidaklah seperti generasi yang di zaman kita, jangankan mencari sholat jama’ah di tempat lain, datang ke masjid saja, malasnya bukan kepalang!! Generasi ini lebih senang berongkang-ongkang kaki di rumah, berjalan-jalan santai di tepi pantai, dan mendengarkan perkara haram –semisal musik-, dibandingkan datang ke masjid  untuk merendahkan diri di hadapan Allah bersama hamba-hamba-Nya. Generasi seperti ini malah memperhambakan dirinya kepada setan dan hawa nafsunya. Generasi ini ibaratnya telur yang dikeluarkan oleh ayam. Mau dikatakan bukan dari ayam, padahal kenyataan membuktikan ia berasal dari ayam. Tapi tak ada kesamaan!! Artinya, generasi seperti ini dilahirkan dari keluarga muslim, akan tetapi ia tidak menunjukkan dirinya sebagai muslim. Namun jika silsilah keturunannya dirunut, ia dari keluarga muslim. Nas’alullahas salamah wal afiyah fid dunyah wal akhiroh…


[1] HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (2/205).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar